SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA KONGREGASI FIC
Di kota Maastricht, tempat lahir Ludovicus Rutten, anak-anak telantarkan. Mereka berkeliaran di jalan-jalan, berbuat apa saja menurut kehendaknya dan tidak seorang pun berkata sesuatu. Mereka juga kekurangan makanan dan pakaian. Pergaulan mereka dengan yang sudah agak besar menimbulkan kelakuan-kelakuan yang tidak baik. Mereka tanpa pengasuh, tanpa pembimbing, dan tidak mendapat perhatian yang cukup dari orang tua mereka. Keadaan demikian menjadi perhatian Rutten.
Rutten terpanggil untuk berkarya di antara anak-anak dan kaum muda itu dengan memberikan kepada mereka yang paling mereka butuhkan.
Lahirnya Kongregasi FIC
Rutten menghadap pastor Zwijsen di Tilburg membicarakan rencananya.
"Dalam pembicaran dengan pastor, kami merencanakan untuk jika mungkin, mendirikan suatu kongregasi bruder, agar karya kami dapat dilanjutkan. Saya menyatakan keinginan saya agar paduka pastor akan mulai, lalu agar saya mendapat bruder-bruder dari paduka. Tetapi ia menolak dan mengatakan bahwa hal itu perkara saya. Malam itu saya tidak dapat tidur. Keesokan harinya saya mengatakan kepadanya, bahwa dengan kepercayaan kepada pertolongan Ilahi, dan di bawah perlindungan Bunda Maria, saya bersedia untuk mulai, asal paduka sanggup mencari dua orang calon untuk saya. Hal itu dijanjikan kepada saya. Maka rencana sudah ada."
Calon pertama ialah Frans Donkers yang dititipkan di postulat para Bruder Karitas. Namun calon ini tidak panjang umurnya. Frans Donkers meninggal sewaktu masih di postulat.
Rutten menghadap pastor Zwijsen di Tilburg membicarakan rencananya.
"Dalam pembicaran dengan pastor, kami merencanakan untuk jika mungkin, mendirikan suatu kongregasi bruder, agar karya kami dapat dilanjutkan. Saya menyatakan keinginan saya agar paduka pastor akan mulai, lalu agar saya mendapat bruder-bruder dari paduka. Tetapi ia menolak dan mengatakan bahwa hal itu perkara saya. Malam itu saya tidak dapat tidur. Keesokan harinya saya mengatakan kepadanya, bahwa dengan kepercayaan kepada pertolongan Ilahi, dan di bawah perlindungan Bunda Maria, saya bersedia untuk mulai, asal paduka sanggup mencari dua orang calon untuk saya. Hal itu dijanjikan kepada saya. Maka rencana sudah ada."
Calon pertama ialah Frans Donkers yang dititipkan di postulat para Bruder Karitas. Namun calon ini tidak panjang umurnya. Frans Donkers meninggal sewaktu masih di postulat.
Yang berikut ialah Hoecken dari Tilburg. Hoecken juga mengikuti postulatnya para Bruder Karitas di St. Truiden. Setelah 9 bulan menjalani postulatnya, Hoecken dipanggil kembali ke Maastricht untuk mulai dengan 'Proyek yang besar'.
Pada tanggal 1 Oktober 1867, Rutten memikirkan kembali karya yang telah dimulainya dan berkembang, kemudian berkata sebagai berikut:
"Waktu saya mendirikan lembaga-lembaga tersebut, saya melihat Penyelenggaraan Ilahi, dan saya sungguh tidak mencari kemegahan saya sendiri. Saya yakin bahwa manusia sendiri sama sekali tidak berarti , dan bahwa segala hormat dan kemuliaan harus disampaikan kepada Allah. Saya yakin bahwa segala perbuatan baik yang barangkali saya lakukan, semata-mata merupakan karya penyenggaraan Ilahi, di bawah perlindungan Santa Perawan Maria yang dikandung tak bernoda. Saya yakin, dan akan tetap yakin sampai kematian saya, bahwa Maria-lah yang menolong saya dalam segala karya saya."
Catatan:
Rutten selain mendirikan sekolah-sekolah dan kemudian kongregasi FIC, masih mendirikan tempat-tempat untuk menampung orang-orang sakit, ibu-ibu tidak bersuami, dan karya-karya sosial yang lain, yang kemudian diserahkan kepada Perkumpulan Santo Vincentius a Paolo.
Rutten selain mendirikan sekolah-sekolah dan kemudian kongregasi FIC, masih mendirikan tempat-tempat untuk menampung orang-orang sakit, ibu-ibu tidak bersuami, dan karya-karya sosial yang lain, yang kemudian diserahkan kepada Perkumpulan Santo Vincentius a Paolo.
Perkembangan Kongregasi FIC
Dengan penuh kepercayaan akan Penyelenggaraan Ilahi serta perlindungan Santa Perawan Maria, para Bruder melakukan tugas serta dengan tertib melaksanakan konstitusi.
Pagi-pagi benar para bruder FIC bangun untuk memuji Tuhan. Kemudian ke tempat tugas masing-masing. Sore hari mereka bekerja sebagai tukang batu misalnya, studi yang dibebankan atau mengasuh anak-anak di asrama, dan sebagainya. Hari ditutup dengan memuji Tuhan.
Pagi-pagi benar para bruder FIC bangun untuk memuji Tuhan. Kemudian ke tempat tugas masing-masing. Sore hari mereka bekerja sebagai tukang batu misalnya, studi yang dibebankan atau mengasuh anak-anak di asrama, dan sebagainya. Hari ditutup dengan memuji Tuhan.
Hidup serta karya mereka diberkati Tuhan. Setiap tahun ada beberapa pemuda yang menggabungkan diri kepada kongregasi FIC. Anggota bertambah, permohonan tenaga Bruder berdatangan dari berbagai keuskupan. Sekolah baru dibuka dan dan rumah baru didirikan.
Dan, menjadi kongregasi internasional - hadir, hidup dan melayani Allah dan sesama di empat benua:
Eropa Nederland (1840 ), Asia Indonesia (1920), Amerika Chile (1953), Afrika Malawi dan Ghana (1960) dan (1965).
Eropa Nederland (1840 ), Asia Indonesia (1920), Amerika Chile (1953), Afrika Malawi dan Ghana (1960) dan (1965).
BRUDER FIC DI INDONESIA
Jarang sekali ada surat edaran dari pusat yang meluapkan kegembiraan yang begitu besar: Kepada para Bruder, secara sukarela, ingin dikirim sebagai utusan ke Indonesia, diberi kesempatan untuk mendaftarkan diri sejak tanggal 20 januari sampai dengan sebelum 1 Maret 1920. Sambutan tidak tanggung-tanggung: 123 orang bruder mendaftarkan diri bersedia untuk dikirim ke Indonesia. Lalu, Bruder Pemimpin memilih 5 Bruder yang sekiranya cocok di kirim ke Indonesia.
Pada hari Minggu, 8 Agustus 1920, dilantiklah di kota Maastricht, di kapel induk biara de Beyart, Br. August sebagai pemimpin rumah Santo Fransiskus Xaverius di Yogyakarta. Kemudian pada tanggal 14 Agustus pada tahun yang sama lima bruder utusan pertama itu menuju Batavia (Jakarta). Berlabuh di Tanjung Priok, tanggal 19 September 1920. Pastor van Lith (tokoh pendidik di Muntilan) menyambutnya dengan mengucapkan "Selamat Datang!"
Kelima utusan pertama itu adalah: Br. Constantius, Lebuinus, August, Efratius dan Ivo. Pada tanggal 20 September 1920 mereka tiba dan mulai menempati rumah komunitas pertama Indonesia, di Yogyakarta. Sakarang tempat itu dikenal dengan Bruderan FIC Kidul Logi, Jl. P. Senopati.
Tugas mereka adalah berkarya diantara dan untuk penduduk asli Indonesia.
Kelima utusan pertama itu adalah: Br. Constantius, Lebuinus, August, Efratius dan Ivo. Pada tanggal 20 September 1920 mereka tiba dan mulai menempati rumah komunitas pertama Indonesia, di Yogyakarta. Sakarang tempat itu dikenal dengan Bruderan FIC Kidul Logi, Jl. P. Senopati.
Tugas mereka adalah berkarya diantara dan untuk penduduk asli Indonesia.
Segera karya para Bruder dikenal masyarakat dan berkembang ke kota-kota lain: seperti Muntilan, Sala, Ambarawa, Semarang, Boro, Klaten, kemudian mekar ke Jakarta, Kalimantan Barat, Sumatra Selatan dan Irian Jaya.
Perkembangan Bruder FIC di Indonesia
Karya bruder FIC di bidang pendidikan ini agaknya cepat mengena di hati beberapa pemuda.
Tahun 1923 dua pemuda mendaftarkan diri menjadi calon Bruder FIC. Mereka itu berasal dari Sala dan dari Salatiga. Mereka mulai masa postulatnya di Negeri Belanda. Tidak lama lagi diikuti oleh pemuda-pemuda yang lain. Mereka ingin seperti para Bruder, mengabdikan diri bagi sesama lewat pendidikan dan pembinaan.
Menjadi Bruder tidak berarti mencari kedudukan, kekuasaan, kehormatan dan kekayaan, melainkan 'Dalam persekutuan yang erat dengan Yesus Kristus, dengan sesama bruder, dan dengan sesama manusia, kita mengabdikan diri kepada pertumbuhan terus-menerus Kerajaan Allah [Kerajaan Kasih] di dalam diri kita, di dalam persekutuan kita, di dalam Gereja, dan di dalam dunia tempat kita hidup.'
Para Bruder FIC hidup bersama dengan para Bruder yang secita-cita dalam suatu rumah komunitas. Hanya dalam keadaan yang khusus, seorang Bruder FIC hidup di luar rumah komunitas. Berkarya, hidup bersaudara, dan berdoa adalah warna kehidupan sehari-hari Bruder FIC.
Sebagai kongregasi, terutama membaktikan diri kepada karya pendidikan dan pembinaan - kaum muda - yang dilaksanakan di sekolah, dan tetap terbuka bagi kemungkinan-kemungkinan lain, seperti: di asrama, di panti asuhan, dan karya sosial yang lain, baik di kota, pinggiran kota, maupun pedesaan; bahkan dengan keterbukaan hati menjalani perutusan ke negara atau benua lain, membaktikan diri di sana. Dalam semuanya itu, membawa 'amanat' tegas Bruder Pertama: Jangan pernah melalaikan orang miskin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar