Sejarah OSC
ABAD XII - XIV
Masa ini Gereja hidup dalam udara keresahan dan anyir darah: Perang Salib dan skisma. Gereja nyaris ambruk, terkoyak. Banyak biara (yang saat itu adalah pilar utama Gereja) tertular keresahan zaman.
Masa ini Gereja hidup dalam udara keresahan dan anyir darah: Perang Salib dan skisma. Gereja nyaris ambruk, terkoyak. Banyak biara (yang saat itu adalah pilar utama Gereja) tertular keresahan zaman.
Untungnya, tetesan segar tidak mengering. Hembusan akan pembaharuan Gereja mulai menyebar di mana-mana. Hembusan ini meneriakkan sebuah gerakan observansi - penghayatan radikal akan kepapaan - yang didalamnya termaktub juga doa yang serius, serta mati raga. Salah seorang putra bangsawan dan ksatria perang salib yang mampu membaca tanda-tanda jaman itu adalah Theodorus de Celles. Tapi ia tidak mampu sendirian. Dengan mengajak beberapa rekan, ia mencoba untuk mengaktualkan kehidupan biarawan yang sejati, yang terpesonakan oleh vita apostolica, hidup bersama-sehati sejiwa ala Gereja perdana.
Sebuah tempat yang terpilih untuk mewujudkan semua mimpi itu adalah Clair-lieu, "tempat terang", dekat kota Huy, Belgia Selatan. Semua itu terekam pada awal abad ke 13, tahun 1211.
Beberapa tahun kemudian mereka memberanikan diri menghadap Paus Innocencius IV untuk meminta restu. Restu diberikan dengan bulla pengesahan Religiosum Vitam Eligentibus tertanggal 23 0ktober 1248. Dengan bulla ini dimulailah langkah-langkah kecil menguratkan hati dan diri dalam sejarah. Kelompok tersebut memilih nama Ordo Sanctae Crucis Canonicorum Regularum Sub Regula S. Agustini, yang pada kemudian hari dipersingkat menjadi Ordo Sanctae Crucis, OSC, kelompok kanonik, pencinta liturgi, yang bersandar pada regula Santo Agustinus. Dengan membawa bekal pro negatio Crucis, berbakti demi kepentingan salib, OSC mulai melebar ke Perancis, Inggris, Skotlandia, Jerman, dan Belanda.
ABAD XV
Kehidupan membiara OSC begitu semerbak dengan harum kekayaan rohani dan mutu hidup. Ini semua karena hidup yang ditata dengan disiplin, doa yang terawat, dan studi yang giat. OSC membuka lebar-lebar jendelanya, maka Devotio Moderna pun berhembus ke dalam biara. Humanisme mulai bergulir dalam biara, maka tak mengherankan bila pada masa ini perpustakaan dan scriptorium (tempat penyalinan naskah-naskah) dibangun dalam biara.
Beberapa manuskrip yang bernilai seni tinggi masih tersimpan di biara Santa Agatha, Belanda. Abad gemilang ini juga ditandakan dengan dibangunnya banyak biara OSC.
Kehidupan membiara OSC begitu semerbak dengan harum kekayaan rohani dan mutu hidup. Ini semua karena hidup yang ditata dengan disiplin, doa yang terawat, dan studi yang giat. OSC membuka lebar-lebar jendelanya, maka Devotio Moderna pun berhembus ke dalam biara. Humanisme mulai bergulir dalam biara, maka tak mengherankan bila pada masa ini perpustakaan dan scriptorium (tempat penyalinan naskah-naskah) dibangun dalam biara.
Beberapa manuskrip yang bernilai seni tinggi masih tersimpan di biara Santa Agatha, Belanda. Abad gemilang ini juga ditandakan dengan dibangunnya banyak biara OSC.
ABAD XVI - XVII
Jalan tak pernah mulus. Reformasi menghantam tanpa ampun setiap sendi kehidupan di Eropa. Tantangan berat bagi OSC: mempertahankan iman Katolik meski dengan konsekuensi hengkang dari beberapa negara simpatisan reformasi. Dan memang banyak biara ambruk, bubar. Dalam rangka kontra-reformasi, OSC mulai menceburkan diri ke dalarn dunia pendidikan kaum muda. Di awal abad 17, OSC mulai memantapkan diri dengan ikut bergelut dalam dunia akademis di pelbagai universitas di Eropa. Kolese Latin dihidupkan kembali, banyak buku disalin dan diterbitkan. Di samping itu, dengan semangat kontrar-eformasi, kultus salib semakin dijunjung.
ABAD XIX
Mendung kembali menyelimuti OSC. Politik yang menyimpan bibit epidemic berjangkitan di Eropa, gelombang sekularisasi, Revolusi Perancis yang berdarah-darah, munculnya Kulturkampf. Ditimbuni lagi persoalan intern Ordo seperti percekcokan, kehidupan membiara yang mulai luntur; sempat membuat OSC goyah dan nyaris ambruk.
Ketika larangan untuk menerima calon baru dipetikemaskan pada 1840, yang tersisa tinggal 4 orang, itu pun sudah lanjut usia dan hidup dalam diaspora. Bagamanapun itu merupakan suatu awal "kebangkitan" yang baru dan lebih otentik. H. Van den Wijmelenberg, mantan imam praja yang sebelum pencabutan larangan itu sudah bergabung dengan OSC, sangat berjasa mengembangkan kembali OSC. Tradisi Ordo dipegang teguh, namun prisip stabilitas loci dilepaskan. Kini OSC lebih menekankan vita mixta, perpaduan antara kontemplasi dan karya pastoral. OSC pun mulai bertumbuh kembali dan mulai merambah keluar Eropa.
SPRITUALITAS
Ordo Salib Suci adalah Ordo Kanonik Regulir. Artinya: Ordo yang hidup menurut peraturan atau aturan tertentu. Peraturan tersebut didasarkan pada Regula Santo Agustinus dan Konstitusi Ordo Salib Suci. Ciri utama dari para anggota Ordo Salib Suci adalah hidup bersama. Maka, di dalam komunitas Ordo Salib Suci selalu terdapat dua atau lebih anggota yang tinggal bersama.
Hal lain yang menjadi ciri dari anggota Ordo Salib Suci adalah hidup berimbang antara karya dan doa (vita mixta). Selain itu, liturgi pun mendapat perhatian yang mendalam dari para anggota Ordo Salib Suci.
In Cruce Salu (Di dalam Salib ada Keselamatan) adalah motto yang selalu diemban oleh para anggota Ordo Salib Suci.
Salib tidaklah semata dipandang sebagai simbol penderitaan dan kesengsaraan, namun lebih dipandang sebagai daya yang mampu memancarkan nilai-nilai keselamatan bagi hidup manusia.
Oleh karenanya, setiap anggota Ordo Salib Suci harus mampu mewartakan Kristus yang tersalib, harus mampu menawarkan nilai-nilai keselamatan, dan harus mampu mengangkat martabat mereka yang miskin, tersingkir, hina, dan termarjinalisasi kepada keselamatan nyata di dunia ini.
Semangat hidup ini diintegrasikan dengan tiga pilar utama yang menjadi karisma dari Ordo salib Suci, yaitu:
Cultus (kebersatuan hidup dengan Allah). Hal ini diekspresikan dengan doa, merayakan misa, spiritualitas batin, dan perayaan liturgi lainnya.
Communio (kebersatuan dengan konfrater). Hal ini diekspresikan dengan kemampuan untuk hidup bersama dengan konfrater lain (dalam satu komunitas minimal ada dua konfrater), kemampuan bekerjasama, kemauan untuk saling menguatkan dan membela, serta kemauan dan kemampuan serta kesanggupan untuk berkorban dan berjuang bersama konfrater.
Caritas (kebersatuan dengan orang-orang di sekitar atau dengan umat yang dilayani). Hal ini diekspresikan dengan karya, pengabdian dalam kerasulan.
Hal lain yang menjadi ciri dari anggota Ordo Salib Suci adalah hidup berimbang antara karya dan doa (vita mixta). Selain itu, liturgi pun mendapat perhatian yang mendalam dari para anggota Ordo Salib Suci.
In Cruce Salu (Di dalam Salib ada Keselamatan) adalah motto yang selalu diemban oleh para anggota Ordo Salib Suci.
Salib tidaklah semata dipandang sebagai simbol penderitaan dan kesengsaraan, namun lebih dipandang sebagai daya yang mampu memancarkan nilai-nilai keselamatan bagi hidup manusia.
Oleh karenanya, setiap anggota Ordo Salib Suci harus mampu mewartakan Kristus yang tersalib, harus mampu menawarkan nilai-nilai keselamatan, dan harus mampu mengangkat martabat mereka yang miskin, tersingkir, hina, dan termarjinalisasi kepada keselamatan nyata di dunia ini.
Semangat hidup ini diintegrasikan dengan tiga pilar utama yang menjadi karisma dari Ordo salib Suci, yaitu:
Cultus (kebersatuan hidup dengan Allah). Hal ini diekspresikan dengan doa, merayakan misa, spiritualitas batin, dan perayaan liturgi lainnya.
Communio (kebersatuan dengan konfrater). Hal ini diekspresikan dengan kemampuan untuk hidup bersama dengan konfrater lain (dalam satu komunitas minimal ada dua konfrater), kemampuan bekerjasama, kemauan untuk saling menguatkan dan membela, serta kemauan dan kemampuan serta kesanggupan untuk berkorban dan berjuang bersama konfrater.
Caritas (kebersatuan dengan orang-orang di sekitar atau dengan umat yang dilayani). Hal ini diekspresikan dengan karya, pengabdian dalam kerasulan.
ABAD XX
Bentuk dan cara hidup yang sudah sedemikian kokoh memungkinkan OSC pada abad 20 merambah hadir di Amerika Serikat, Brasilia, Congo, dan Indonesia. Pada tahun 1992 OSC tak ketinggalan membuka prokur-jeneral di Roma, Italia. Kini OSC meliputi propinsi Theodorus de Celles (Belgia, Belanda, Jerman), Senhor Bom Jesus (Brasilia), Santa Odilia (Amerika Serikat), Sang Kristus (Indonesia), dan propropinsi Wahyu Salib (Irian Jaya). Pelbagai titik patah yang terlampaui dalam perjalanan sejarah telah menghantarkan OSC pada pemurnian kesadaran akan tugas dan panggilannya dalam dunia. OSC senantiasa siap untuk melangkah lagi.
SEBUAH PERSINGGAHAN [OSC melangkah di nusantara]
Tahun 1927, 0SC menghirup udara segar nusantara, tepatnya di Tatar Sunda, Keuskupan Bandung. Berbagai karya mulai ditanganinya dengan pedoman yang dijunjung sejak semula. Pokoknya, menyampaikan kegembiraan dan harapan yang dipancarkan oleh kebangkitan Kristus yang tersalib.
Paroki bermunculan di Bandung, Cirebon, Cimahi, Cigugur, Tasikmalaya, Garut, Subang, Indramayu, Pamanukan, Karawang, dan Purwakarta, serta puluhan stasi. Itulah karya pastoral nyata bagi Keuskupan Bandung. Selanjutnya OSC juga membantu di Tangerang: Karawaci dan Serpong, Keuskupan Agung Jakarta. Tak ketinggalan pula berkarya misi di tanah lumpur-Asmat, Keuskupan Agats (lrian Jaya), mulai 1958. Keuskupan Sibolga, Sumatera Utara pun coba didukung oleh karya pastoral OSC terutama daerah Sirombu, Pulau Nias, mulai 1990. Akhir-akhir ini tanah misi diperlebat ke luar negeri, khususnya ke Brazil dan Kongo.
Tradisi pendidikan tetap tak dit inggalkan. Beberapa anggota OSC ikut serta mendirikan Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Untuk keperluan pembinaan anggota sendiri, didirikan pula Institut Filsafat dan Teologi rnenjadi fakultas filsafat Unika Parahyangan. Di samping terlibat aktif dalam perguruan tinggi, beberapa anggota juga tekun bertugas dalam lingkungan sekolah dasar dan menengah. Selain itu semangat dan gairah mahasiswa katolik tak diabaikan dengan membentuk GEMA (Gereja Mahasiswa). Karya kategorial lain adalah di bidang perburuhan. Tahun 2000, ILSKI (Institut Liturgi Sang Kristus Indonesia) didirikan, sebagai bentuk keterlibatan aktif OSC dengan hidup liturgi Gereja.
Hubungi.....
Tim Panggilan OSC
atau....
Tahun 1927, 0SC menghirup udara segar nusantara, tepatnya di Tatar Sunda, Keuskupan Bandung. Berbagai karya mulai ditanganinya dengan pedoman yang dijunjung sejak semula. Pokoknya, menyampaikan kegembiraan dan harapan yang dipancarkan oleh kebangkitan Kristus yang tersalib.
Paroki bermunculan di Bandung, Cirebon, Cimahi, Cigugur, Tasikmalaya, Garut, Subang, Indramayu, Pamanukan, Karawang, dan Purwakarta, serta puluhan stasi. Itulah karya pastoral nyata bagi Keuskupan Bandung. Selanjutnya OSC juga membantu di Tangerang: Karawaci dan Serpong, Keuskupan Agung Jakarta. Tak ketinggalan pula berkarya misi di tanah lumpur-Asmat, Keuskupan Agats (lrian Jaya), mulai 1958. Keuskupan Sibolga, Sumatera Utara pun coba didukung oleh karya pastoral OSC terutama daerah Sirombu, Pulau Nias, mulai 1990. Akhir-akhir ini tanah misi diperlebat ke luar negeri, khususnya ke Brazil dan Kongo.
Tradisi pendidikan tetap tak dit inggalkan. Beberapa anggota OSC ikut serta mendirikan Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Untuk keperluan pembinaan anggota sendiri, didirikan pula Institut Filsafat dan Teologi rnenjadi fakultas filsafat Unika Parahyangan. Di samping terlibat aktif dalam perguruan tinggi, beberapa anggota juga tekun bertugas dalam lingkungan sekolah dasar dan menengah. Selain itu semangat dan gairah mahasiswa katolik tak diabaikan dengan membentuk GEMA (Gereja Mahasiswa). Karya kategorial lain adalah di bidang perburuhan. Tahun 2000, ILSKI (Institut Liturgi Sang Kristus Indonesia) didirikan, sebagai bentuk keterlibatan aktif OSC dengan hidup liturgi Gereja.
Hubungi.....
Tim Panggilan OSC
atau....
Paroki St. Monika, Serpong | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Sselamat siang. Namaku Vinsensius. Sy ingin bergabung menjadi religius OSC tapi sy harus kontak siapa untuk masuk
BalasHapus