Pendiri
St. Dominikus (1170-1221) adalah Pendiri Ordo Pengkotbah (Order of Preachers) disingkat OP yang disebut juga sebagai Ordo Dominikan. Santo Dominikus adalah Santo Pelindung dari para ibu yang berharap dan astronom.
St. Dominikus (1170-1221) adalah Pendiri Ordo Pengkotbah (Order of Preachers) disingkat OP yang disebut juga sebagai Ordo Dominikan. Santo Dominikus adalah Santo Pelindung dari para ibu yang berharap dan astronom.
Santo Dominikus dilahirkan di Calaruega, Spanyol pada tahun 1171 dari keluarga Felix de Guzman dan Bl. Jean of Aza. Ia melewati masa kecilnya tanpa peristiwa besar yang menyolok. Ia ditahbiskan menjadi imam saat masih belajar di Universitas di Palencia pada tahun 1198/1199. Ia menjadicanon regular di Osma, Spanyol yang mengikuti secara ketat aturan yang dikembangkan oleh St. Agustinus di bawah pimpinan Uskup Diego de Acebo.
Mei 1203, King Alfonzo VII mengutus uskup Diego untuk mengatur pernikahan putranya, Infante don Fernando, dengan putri dari keluarga kerajaan Denmark. Pernikahan tersebut diharapkan dapat mempererat relasi politik antara Castile (Spanyol), Denmark dan Prancis. Dalam perjalanan, tepatnya di Toulouse, Prancis Selatan, Dominikus yang menemani Uskupnya untuk pertama kali berhadapan dengan bidaah Albigensian di sebuah penginapan. St.Dominikus berdebat sepanjang malam dengan pemilik penginapan tersebut dan saat matahari terbit, pemilik penginapan tersebut kembali ke iman katholik.
Di Denmark, Uskup Diego bertemu dengan dengan Uskup Agung Andrew Sunesen dan rencana pernikahan disetujui. Pada tahun 1205, Uskup Diego mengadakan perjalan kedua ke Denmark untuk menjemput sang putri, tetapi rencana pernikahan dibatalkan sepihak oleh sang putri. Setelah misi di Denmark, Uskup Diego berkunjung ke Roma dan melanjutkan perjalanannya ke Montpellier, Prancis Selatan dimana bidaah Albigensian dan Catharist mengancam Gereja Katholik. Di sana, dia bertemu dengan tiga 'pontiff legates' Arnoud Amaury, Peter of Castelnau, dan Maitre Raoul yang mengalami frustasi dalam misi mereka memerangi bidaah. Uskup Diego kemudian berinisiatif untuk membantu ketiga utusan paus tersebut dengan preaching mendicancy.
Pada tahun 1207 setelah setahun memerangi bidaah di Prancis selatan, uskup Diego memutuskan kembali ke Osma, sementara Dominikus melanjutkan misinya di Montpellier. Sebuah pukulan besar buat Dominikus saat mendengar kabar kematian uskup Diego pada 30 Desember 1207.
Duta kepausan Peter de Castelnan dibunuh oleh kaum heretis Albigenses pada 14 Januari 1208. Paus Innocent III selanjutnya melancarkan kampanye militer di bawah pimpinan Simon de Montford melawan Count Raymond VI, pemimpin kota Toulouse yang diduga sebagai perencana pembunuhan Peter of Castelnau, yang selanjutnya mewarnai perang saudara serta pembunuhan massal. Sementara para serdadu memerangi para bidaah dengan pedang dan kekerasaan, Dominikus memerangi mereka dengan berkhotbah.
Setelah 'Battle of Muret' pada 12 September 1203, Simon de Montford berhasil menaklukkan kota Toulouse dan menjadikan kota tersebut sebagai pusat pertahanannya. Di kota ini pula Dominikus menerima Peter Seila dan Thomas yang ingin ambil bagian dari karya Dominikus dan menjadi saudara dari Dominkus. Maka, Dominikus menerima mereka dalam pengucapan kaul religius. Untuk sementara, mereka tinggal di rumah pemberian Peter Seile. Kemudian Dominikus meminta izin dari Uskup Fulk, Uskup Toulouse, untuk pendirian 'ordo'-nya tersebut.
Pada September 1205, Dominikus pergi ke Roma untuk meminta konfirmasi untuk ordonya dan sekaligus menghadiri Konsili Lateran keempat yang berlangsung bulan November. Paus Innocent III menjanjikan konfirmasi tersebut dengan syarat bahwa Dominikus harus memilih dasar konstitusi dari ordonya sesuai dengan aturan-aturan yang telah diterima Gereja. Dominikus kemudian kembali ke Toulouse dan mengumpulkan saudara-saudaranya untuk 'First Dominican General Chapter' pada 29 Mei 1206 (Pantekosta). Mereka dengan keyakinan penuh memilih regula santi Agustini sebagai dasar konstitusi mereka.
Pada 16 Juli 1206, Paus Innocent III meninggal dunia dan Kardinal Cencio Savelli terpilih sebagai Paus berikutnya yang kemudian mengambil nama Honorius III. Pada 22 Desember 1216, Paus Honorius III menyetujui konfirmasi ordo ini, dan dengan itu OP atau Order of Preachers berdiri secara sah.
Di akhir hidupnya Dominikus mengkonsentrasikan diri untuk mengatur kehidupan ordo serta membuat perjalanan panjang ke Italia. Spanyol dan Prancis untuk berkotbah yang menarik begitu banyak kaum muda serta membangun rumah-rumah biara yang baru.
Ia meninggal pada tanggal 6 Agustus 1221 setelah konsili kedua dari ordo ini di Bologna, Italia. Dua belas tahun setelah kematiannya yakni pada 3 Juni 1234, dia dikanonisasikan menjadi orang kudus.
Pestanya dirayakan setiap Tanggal 8 Agustus. Dominikus juga mendorong umatnya untuk bersikap rendah hati dan melakukan silih. Suatu ketika seseorang bertanya kepada St Dominikus buku apakah yang ia pergunakan untuk mempersiapkan khotbah-khotbahnya yang mengagumkan itu. “Satu-satunya buku yang aku pergunakan adalah buku cinta,” katanya. Ia selalu berdoa agar dirinya dipenuhi cinta kasih kepada sesama. Dominikus mendesak para imam Dominikan untuk membaktikan diri pada pendalaman Kitab Suci dan doa. Tidak seorang pun pernah melakukannya lebih dari St. Dominikus dan para pengkhotbahnya dalam menyebarluaskan devosi Rosario yang indah.
Persaudaraan
Hidup dalam persaudaraan sejati, yang sehati dan sepikiran menuju Allah adalah tujuan pertama hidup komunitas pengkhotbah. Namun demikian persaudaraan ini tidak berhenti dengan menikmati kehadiran satu dengan yang lain. Seperti komunitas para Rasul, komunitas pengkhotbah berusaha menemukan Allah yang menang atas dosa dan maut secara bersama dan mewartakannya pada umat Allah. Hidup seorang Dominikan dikonsekrasikan untuk “berbicara dengan dan tentang Allah.” Dalam persaudaraan pengkhotbah ini kasih Allah menjadi nyata, dan hal ini memperkuat komitmen untuk terus melayani Allah secara selibat. Hidup komunitas juga penting dalam usaha mencari kebenaran. Usaha ini menjadi usaha bersama, di mana setiap orang yakin bahwa tidak ada seorang pun yang mempunyai monopoli atas kebenaran. Setiap orang selalu dapat memberikan pencerahan pada yang lain. Hidup Ordo Dominikan, oleh sebab itu, selalu dibangun atas dasar musyawarah untuk mencari kebenaran bersama.
Santo Dominikus juga melihat studi sebagai suatu bentuk spiritualitas. Sejak awal ia mengirim para pengikutnya yang pertama ke pusat-pusat studi Eropa untuk mewartakan Sabda sekaligus menimba ilmu. Santo Dominikus sendiri membuat peraturan di mana para pengikutnya diwajibkan terus menerus mempelajari, mendalami dan menghidupi Sabda. Hal ini dihidupi secara serius oleh pengikut-pengikutnya, seperti Santo Tomas Aquinas, sebagai Doktor Gereja yang ajarannya selalu memperkaya refleksi teologi, Santo Raymond Penyafort, pelindung para ahli hukum Gereja, atau Santo Paus Pius V, Paus yang mengemban tugas Konsili Trente. Di abad ke 20 ini, Ordo Dominikan melahirkan pemikir-pemikir Gereja yang memberi wawasan baru dalam hidup mengereja, seperti JM. Lagrange yang mendirikan pusat studi Kitab Suci di Yerusalem, Anawati yang mempelopori dialog dengan Islam, Yves Congar yang menekankan pentingnya Roh Kudus dan peranan awam dalam Gereja.
Dalam perkembangan selanjutnya, karisma studi ini dijalankan oleh para Dominikan dengan cara yang lebih beragam. Selain menekankan pentingnya memperdalam ilmu-ilmu gerejawi, para pengikut Santo Dominikus juga terlibat dalam disipline ilmu lainnya. Bidang sosial-politik diperkaya oleh kehadiran Bartolome de las Casas dan Montesino, yang menjadi tokoh pembebasan perbudakan orang-orang Indian di Amerika Latin. Jejak mereka saat ini diikuti oleh banyak anggota Ordo Dominikan yang bekerja dalam bidang ini termasuk Bapak Teologi Pembebasan, Gustavo Guiterrez. Bidang ilmu pengetahuan alam diperkaya oleh kehadiran Santo Albertus Magnus, ahli biologi dan zoology yang kemudian diangkat sebagai santo pelindung para ahli ilmu pengetahuan alam. Dominikan juga bekerja dalam bidang kesenian. Beato Angelico, misalnya, adalah pelukis abad pertengahan yang karyanya masih dikagumi banyak seniman sampai saat ini. Seorang Dominikan, dengan demikian, diharapkan mampu menerapkan dan melihat relevansi Sabda dalam berbagai aspek kehidupan.
Santo Dominikus mendapat julukan, saudara yang selalu gembira. Walaupun ia mengalami tantangan yang begitu banyak, bahkan dengan nyawanya yang terancam, Santo Dominikus tetap penuh pengharapan. Ia demikian, karena lewat doa dan studinya, ia menemukan bagaimana Allah bekerja secara nyata dalam hidup manusia. Doa dan studi menjadi mata air pengharapan dan kegembiraan. Persaudaraan pengkhotbah yang dibangun dalam doa dan studi pada akhirnya harus membuat seorang Dominikan menjadi pelayan umat Allah yang efektif. Ia diharapkan terus “berkontemplasi dan membagikan buah kontemplasinya.” Doa dan studi tidak boleh hanya berhenti demi keselamatan jiwa pribadi, tapi harus menjadi awal penyelamatan banyak jiwa. Oleh sebab itu, hidup seorang Dominikan dikonsekrasikan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Ia harus mampu pergi ke mana pun ia diperlukan. Saat ini Dominikan hadir di 104 negara.
Santo Dominikus juga melihat studi sebagai suatu bentuk spiritualitas. Sejak awal ia mengirim para pengikutnya yang pertama ke pusat-pusat studi Eropa untuk mewartakan Sabda sekaligus menimba ilmu. Santo Dominikus sendiri membuat peraturan di mana para pengikutnya diwajibkan terus menerus mempelajari, mendalami dan menghidupi Sabda. Hal ini dihidupi secara serius oleh pengikut-pengikutnya, seperti Santo Tomas Aquinas, sebagai Doktor Gereja yang ajarannya selalu memperkaya refleksi teologi, Santo Raymond Penyafort, pelindung para ahli hukum Gereja, atau Santo Paus Pius V, Paus yang mengemban tugas Konsili Trente. Di abad ke 20 ini, Ordo Dominikan melahirkan pemikir-pemikir Gereja yang memberi wawasan baru dalam hidup mengereja, seperti JM. Lagrange yang mendirikan pusat studi Kitab Suci di Yerusalem, Anawati yang mempelopori dialog dengan Islam, Yves Congar yang menekankan pentingnya Roh Kudus dan peranan awam dalam Gereja.
Dalam perkembangan selanjutnya, karisma studi ini dijalankan oleh para Dominikan dengan cara yang lebih beragam. Selain menekankan pentingnya memperdalam ilmu-ilmu gerejawi, para pengikut Santo Dominikus juga terlibat dalam disipline ilmu lainnya. Bidang sosial-politik diperkaya oleh kehadiran Bartolome de las Casas dan Montesino, yang menjadi tokoh pembebasan perbudakan orang-orang Indian di Amerika Latin. Jejak mereka saat ini diikuti oleh banyak anggota Ordo Dominikan yang bekerja dalam bidang ini termasuk Bapak Teologi Pembebasan, Gustavo Guiterrez. Bidang ilmu pengetahuan alam diperkaya oleh kehadiran Santo Albertus Magnus, ahli biologi dan zoology yang kemudian diangkat sebagai santo pelindung para ahli ilmu pengetahuan alam. Dominikan juga bekerja dalam bidang kesenian. Beato Angelico, misalnya, adalah pelukis abad pertengahan yang karyanya masih dikagumi banyak seniman sampai saat ini. Seorang Dominikan, dengan demikian, diharapkan mampu menerapkan dan melihat relevansi Sabda dalam berbagai aspek kehidupan.
Santo Dominikus mendapat julukan, saudara yang selalu gembira. Walaupun ia mengalami tantangan yang begitu banyak, bahkan dengan nyawanya yang terancam, Santo Dominikus tetap penuh pengharapan. Ia demikian, karena lewat doa dan studinya, ia menemukan bagaimana Allah bekerja secara nyata dalam hidup manusia. Doa dan studi menjadi mata air pengharapan dan kegembiraan. Persaudaraan pengkhotbah yang dibangun dalam doa dan studi pada akhirnya harus membuat seorang Dominikan menjadi pelayan umat Allah yang efektif. Ia diharapkan terus “berkontemplasi dan membagikan buah kontemplasinya.” Doa dan studi tidak boleh hanya berhenti demi keselamatan jiwa pribadi, tapi harus menjadi awal penyelamatan banyak jiwa. Oleh sebab itu, hidup seorang Dominikan dikonsekrasikan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Ia harus mampu pergi ke mana pun ia diperlukan. Saat ini Dominikan hadir di 104 negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar